Kamis, 24 Oktober 2013

konsep critical care medicine


CCM (critical care medicine)
KAMI TIDAK SELALU BERHASIL, KADANG KAMI MENANG DAN KADANG KAMI KALAH.


What is the critical care medicine and its role in hospital.
Ilmu kedokteran sakit kritis adalah salah satu cabang ilmu kedokteran yg baru. Umurnya baru sekitar 40 tahun. Bermula dari perawatan pasien2 paska bedah, dimana masih diperlukan pengawasan ketat. Berkembang terus sampai suatu saat terjadi epidemi polio di denmark, dimana ratusan pasien yg mengalami kelumpuhan otot nafas memerlukan mesin bantu nafas (ventilator). Akhirnya ventilator dibuat secara masal, sejak saat itu istilah ICU di lambangkan dgn tersedianya ventilator.

Ventilator merupakan “the great invention” dalam kedokteran sakit kritis (critical care medicine). Sejalan dgn majunya teknologi kedokteran sakit kritis ini, maka para ahli bedah pun semakin berani melakukan prosedur2 atau pembedahan yang beresiko tinggi. Bedah jantung, transplant dll. Namun dalam praktek yg terjadi ternyata bukan saja untuk melayani pasien2 bedah (surgical), namun pasien2 non bedah pun (medical) menjadi fokus, seperti infeksi berat, syok, luka bakar berat dll.

Karena jenis2 kasusnya sangat spesifik dan memerlukan pemantauan yg ketat, maka dibuatlah unit tersendiri yg disebut unit perawatan intensif (iCU) dimana kualifikasi man power nya juga berbeda (dokter dan perawat). Terlatih khusus, mampu mengenali early sign of critical condition dan melakukan tindakan2 yg menyelamatkan nyawa. Yaitu gawat dan darurat. Kalau Gawat (emergency) berarti jika tdk ditolong SAAT ITU akan menyebabkan kematian, sedangkan Darurat (urgency) berarti jika tdk ditolong dalam BEBERAPA JAM akan meninggal.

Semakin maju penelitian2 dan observasi semakin ditemukan cara yg lebih efektif menangani pasien2 sakit kritis. Ilmu critical medicine merupakan ilmu yg memotong horisontal semua cabang ilmu kedokteran dalam segi sakit kritisnya, mengintegrasikan kedalam satu pola pikir dan kerja yg holistik. Oleh sebab itu thn 2008 di deklarasikan di Eropa apa yg disebut “ICU without walls”. Dengan konsep yaitu “actually, many ICU patients outside the ICU”. Di US disebut Critical Care Outreach, yg bertujuan "To ensure equity of care for all critically ill patients irrespective of their location"

ICU tidak sama dgn critical medicine, ICU merupakan salah satu unit yg menerapkan critical care medicine yg lebih advance dgn perangkat atau tools yg sophisticated. Jadi jelas yg terpenting adalah ilmu (CCM) nya atau  (knowledge) nya yg harus di implementasi di mana2...(emergency room, kamar operasi, ruang rawat, unit hemodialisa, poliklinik dll).

Konsep CCM mulai diterapkan secara universal dam nyata adalah pada thn 2005, saat diperkenalkan istilah RRT (Rapid Response Team) yg dibuat oleh IHI (Institute of Health care Improvement) di US, yang dibagi dua sistim yaitu syatem 1) EMT (emergency medical team = physician lead), dan 2) EWS (early warning system = nurse lead) untuk menindak lanjuti guideline CPR 2005 pd lingkar 1 chain of survival yaitu "prevention cardiac arrest".

Konsepnya adalah "early recognition and early treatment" early recognition adalah first response oleh bystander atau petugas medis di dalam RS sewaktu menemukan gejala dan tanda akan sakit kritis pada pasien2 yg di rawat di RS. Setelah memenuhi kriteria yg sdh dibuat maka petugas medis tsb melakukan calling ke ICU ( EMT or EWS). Sehingga jelas konsep ini adalah "bring the ICU" atau dianggap sebagai CCM ke luar ICU. Diharapkan setiap hospital mempunyai tim ini yg bertugas menilai dan memberi terapi jika ada report kegawatan (dibuat kriteria) dari setiap unit di RS.

Jadi kalau saat ini ada "calling" kode biru (blue code) sebenarnya sudah terlambat, dimana pasien2 sudah terjadi cardiac arrest. Dengan EMT or EWS ini jika ditemukan early sign langsung di laporkan ke tim, sebelum terjadi cardiac arrest sehingga dapat segera di tangani. Jika penanganan ditempat berhasil,  bisa saja tidak memerlukan perawatan ICU. Atau jika mmg perlu ICU, tidak terjadi keterlambatan, seperti yg selama ini terjadi. Jadi paradigma dahulu bahwa ICU hanya sebagai “brigde” ke mortuary, saat ini tidak berlaku lagi. Justru berperan memberikan "positive feedback mechanisme"

ke unit2 pre-ICU.
Banyak keuntungan buat RS maupun pasien dalam penerapan konsep ini. Misalnya jika tim EMT mengatakan kasus tidak perlu advance treatment lagi maka DNR bisa dilakukan ditempat kejadian (di luar ICU), termasuk di kamar operasi atau emergency room, tdk perlu lagi di kirim ke ICU. Sehingga dapat dihindari istilah “too sick to benefit or too well to benefit”dalam perawatan ICU.

Dengan implementasi ilmu critical care keluar ICU ini diharapkan tidak ada lagi pertanyaan “do we need more ICU bed?”..pertanyaan klasik selama ini, dimana jawabannya selalu ICU penuh???. Beberapa kasus gagal jantung, dengan ditemukannya CPAP mesin yg sederhana, bbrp kasus ALO di emergency room tidak memerlukan lagi ventilator atau ICU. Atau penggunaan monitoring hemodinamik yg advance intraoperative pada kasus2 high risk surgery dapat menghindari kegawatan atau komplikasi postoperative sehingga tdk perlu perawatan ICU post op, atau kasus2 sepsis berat jika tertangani cepat di emergency tidak memerlukan lagi ICU..dll

Kata2 EARLY memang saat ini sedang populer dalam medicine, dan bbrp negara menyebutnya sebagai Acute Care Medicine,  lihat saja MCI; upaya "door to needle puncture 90 mnt" atau disebut early intervention (stenting, trombolitik) improve outcome, demikian juga acute ischemic stroke; upaya trombolitik early will improve outcome, juga Sepsis; EGDT yg dilakukan early di emergency will improve outcome. RIFLE atau AKIN grading saat ini bisa menentukan timing RRT lebih early, sehingga kegawatan dan komplikasi akibat gagal ginjal dapat dikurangi.

Demikian juga dengan konsep early enteral nutrition, dimana jelas evidence based mengatakan early enteral nutrition (dlm 24 jam) improve outcome daripada delayed.
Pada Trauma dan disaster; early triage dan management dgn DCR (damage control resuscitation) improve outcome...sebagai contoh implementasi DCR teknik ini sdh dipakai US army. Masing2 soldier dalam ranselnya dibekali komponen2 darah dan trombosit untuk dirinya, tdk perlu tunggu sampai di posko infusnya. Kalo susah intravena, tusuk aja sendiri atau oleh teman se grup di intraosseous. . Semua ini menggambarkan bahwa early intervention sangat penting menangani kedaruratan dalam perang. Demikian juga dgn triage, sebenarnya triage bermula dari dokter bedah jaman perang napoleon, dia menseleksi prajurit2 korban perang langsung ditempat kejadian. Sehingga yg masih bisa hidup dapat selamat dan yg sdh mati segera ditinggal agar perang lebih efektif. Selanjutnya konsep triage ini digunakan dalam disaster, dan di beri kode warna, tujuannya jelas agar yg potensial selamat jangan terlupakan dengan mengurus yg dying. Sebenarnya di UGD yg jumlah pasiennya tidak crowded agak tidak proper menerapkan triage..krn justru mubazir atau bahkan mengganggu system.

Demikian semoga bermanfaat
courtesy dr. Rumaisyah span

Tidak ada komentar:

Posting Komentar